Friday, April 17, 2015

BUTUH PERANAN BERBAGAI PIHAK DALAM MENGASUH ANAK DENGAN ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD): PESAN DARI “NOT A LITTLE MONSTER” KARYA ANDRI PRIYATNA



                Menangani anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu tantangan yang luar biasa bagi orang tuanya (Hal. vii). ADHD adalah suatu kondisi kronis yang mempengaruhi jutaan anak-anak di dunia (8% -10%)di mana jumlah anak laki-laki tiga kali lebih banyak daripada anak perempuan. Hal ini sering berlanjut sampai dewasa. ADHD merupakan kombinasi dari beberapa masalah, seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian dan mempertahankannya (inattentive), hiperaktif, dan perilaku impulsif (hal. 3, 7).

            ADHD sering mengakibatkan penderitanya mengalami rasa rendah diri, mengalami masalah pergaulan dengan orang lain (hal.86), dan menurunnya prestasi akademis akibat kesulitan belajar atau resistensi Guru terhadap anak dengan ADHD (hal. 2, 8, 97).
Penyebab pasti penyakit ini masih belum jelas. Ada yang mengaitkan dengan konsumsi atau asupan gula dan vetsin (MSG). Ada juga yang menghubungkannya dengan parenting yang buruk termasuk kebiasaan ibu merokok pada saat hamil yang dapat mengakibatkan bayinya lahir premature atau lahir dengan berat badan rendah (hal. 7). Bahkan ada yang mengatakan bahwa vaksin yang masuk ke dalam tubuh penderita adalah penyebabnya (hal. 6).
ADHD “tidak dapat” disembuhkan (hal. 9), namun ada beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk mengatasinya. Di antaranya adalah dengan peran serta aktif beberapa pihak, yaitu:
(1) orang tua/keluarga
            Orang tua atau keluarga adalah “garda terdepan” dalam pengasuhan anak dengan ADHD karena sebagian besar waktunya dihabiskannya bersama orang tua atau keluarga. Orang tua atau keluarga “harus selalu bersemangat dan mempertinggi ambang batas kesabaran” karena upaya ini perlu banyak waktu, upaya yang terstruktur, rutinitas dan konsistensi serta ketenangan (hal. 17, 31). Di samping itu, orang tua atau keluarga harus tetap mencintai anak tersebut dan tidak menolak ataupun menyesali apa yang terjadi. Orang tua disarankan bergabung dengan “support group khusus ADHD yang kini telah ada di kota-kota besar” agar lebih mengetahui apa yang sedang dihadapinya sehingga treatment yang diberikan kepada anak mereka lebih efisien dan terarah (hal. 14, 16).
(2) guru/konselor sekolah
            Guru atau konselor sekolah disarankan untuk cepat tanggap pada setiap “prestasi” anak dengan ADHD (hal. 26), misalnya segera memberi pujian terhadap perilaku mereka yang positif. “Hasilpenelitian menjunjukkan bahwa anak dengan ADHD sering kali memiliki bakat-bakat: kreativitas yang tinggi, sensitivitas emosional, rasa ingin tahu yang tinggi, intuisi interpersonal, dan mudah menyesuaikan diri dan menikmati keadaan-keadaan yang ada di sekelilingnya” (hal. 38). Guru atau konselor sekolah harus dapat “menemukan kekuatan anak dan kembangkan strategi untuk mengtasi kelemahan anak” (hal. 73). Hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan harga diri dan rasa percaya diri anak tersebut (hal. 17, 35).
(3) dokter spesialis dan terapis (psikiatris, psikolog, dan neurolog)
            Para ahli medis ini perlu rencana-rencana mengenai manajemen perilaku dan pemberian obat yang sesuai (hal. 27) termasuk untuk mengatasi kesulitan tidur dan kondisi relaxed menjelang tidur (hal. 55) dan juga pemberian secangkir teh hijau atau chamomile hangat dan juga bath gels dengan aromatheraphy.

Semua pihak yang berpartisipasi dalam penanganan anak dengan ADHD harus berada dalam “satu jalur” dalam rencana apa saja yang akan dilakukan demi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut dan selalu mengevaluasinya untuk perbaikan atau penyempurnaannya. Mereka juga perlu membangun komunikasi yang baik antar pihak dan juga dengan anak tersebut (hal. 45).

            Akhirnya, buku ini memberikan panduan praktis dan penyemangat yang mencerahkan bagi orang tua dan keluarga, guru dan konselor sekolah, serta ahli medis dan terapis serta pemerhati anak dengan ADHD. Dengan demikian anak dengan ADHD bukanlah seorang “monster kecil”tapi juga anak dengan kelemahan dan kelebihan seperti anak normal lainnya, seperti yang diharapkan oleh pengarangnya.
           

Sumber:
Priyatna, Andi. 2010. Not a Little Monster: (Memahami, Mengasuh, dan Mendidik Anak Hiperaktif). Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.

No comments:

Post a Comment