Friday, April 17, 2015

MULTIKULTURALISME DALAM FIKSIONALITAS KARYA SASTRA INDONESIA SEBAGAI KIAT MENGHADAPI BUDAYA GLOBAL



        Istilah ‘globalisasi’ berkenaan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan pola-pola interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara untuk mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya.

        Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Salah satu ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia adalah peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang sastra.
        Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial. Dengan demikian, globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia sehingga menjadi budaya dunia (world culture). Diharapkan pada akhirnya globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
        Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi informasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. Adapun ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan antara lain berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional, penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya, berkembangnya turisme dan pariwisata, semakin banyaknya  imigrasi dari suatu negara ke negara lain, berkembangnya mode yang berskala global, serta bertambah banyaknya event-event berskala global.
         Sastra Indonesia modern sebagai bagian dari bu¬daya kontemporer dan memiliki nilai-nilai lokal dan tradisional. Nilai-nilai lokal dan tradisional memiliki daya pesona sendiri dan sering dianggap memiliki eksotisitas karena kekhasannya dan kememukauannya. Hakikat warna lokal ialah realitas sosial budaya suatu daerah yang ditunjuk secara tak langsung oleh fiksionalitas suatu karya. Secara intrinsik dalam konteks struktur karya, warna lokal selalu dihubungkan dengan unsur-unsur pembangkitya, yaitu latar, penokohan, gaya bahasa, dan suasana.
        Dalam konteks sastra sebagai sistem tanda, warna lokal selalu dikaitkan dengan kenyataan hidup dunia luar yang ditunjukkan oleh tanda terse¬but.  Dalam hal tersebut kenya¬taan hidup itu ialah kenyataan sosial budaya dalam arti yang luas, yang antara lain berkomponenkan aspek-aspek adat-istiadat, agama, kepercayaan, sikap dan filsafat hidup, kesenian, hubungan sosial, struktur sosial atau sistem kekerabatan. Komponen-komponen kenyataan sosial budaya yang ditunjuk karya sastra di atas tentu saja bukan bahan-bahan "mentah" yang sifatnya antropologis, sosiologis, religius, filosofis, dan sebagainya, tetapi mereka adalah bahan-bahan yang telah direka demi kepentingan fiksionalitas dan estetisitas sesuai dengan hakikat sastra. Meskipun demikian, aspek-aspek kenya-taan di luar dunia rekaan itu tetap berfungsi sebagai bahan kajian demi pemahaman karya sastra.
        Nilai-nilai lokal dan tradisional dalam sastra Indonesia modern tidak dapat melepaskan diri dari globalisasi kebudayaan. Kebudayaan lokal terancam eksistensinya bahkan mungkin akan hilang diterpa kebudayaan global yang homogen. Agar eksistensi sastra Indonesia tetap bertahan di tengah-tengah arus globalisasi, perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam penciptaan suatu karya sastra, Di antaranya adalah penyesuaian dalam unsur fiksionalitas karya sastra, misalnya dalam latar, penokohan, gaya bahasa, dan suasana.

No comments:

Post a Comment