Wednesday, April 15, 2015

KAJIAN ARTIKEL JURNAL ‘AUTHENTIC LANGUAGE TEST: WHERE FROM AND WHERE TO’ DITULIS OLEH ELANA SHOHAMY DAN THEA REVES


 I.                  Pendahuluan

Pendekatan modern terhadap konsep pengukuran kemampuan bahasa telah mengalami perubahan baik dari segi konsep yang diusulkannya maupun format tes yang dikembangkan berdasarkan konsep dasar yang melandasi pengembangan tes tersebut. Pembicaraan mengenai tes-tes yang otentik menjadi popular akhir-akhir ini. Tes-tes bahasa dituntut untuk dapat mencerminkan gambaran yang benar dan tepat tentang bahasa yang digunakan dalam kehidupan nyata. Namun pada pelaksanaanya, bahasa tes otentik tidaklah sama dengan bahasa dalam kehidupan nyata.
Makalah ini mencoba mengkaji sebuah jurnal tentang tes bahasa otentik yang berjudul asli “Authentic Language Test: Where from and Where to” (Tes Bahasa Otentik: Darimana dan Kemana) dan ditulis oleh Elana Shohamy (Tel-Aviv University) dan Thea Reves (Bar-ilan University), dengan terlebih dahulu menyajikan ringkasannya, kemudian diikuti kajiannya dengan menggunakan Analisis SWOT.

II.               Ringkasan Jurnal

Jurnal ini memulai pendahuluannya dengan membahas tentang perkembangan tes bahasa menuju keotentikan dan kebaikan serta kelemahan tes langsung dan tidak langsung (otentik). Selanjutnya tes ini membahas dua permasalahan, yaitu (a) pengesampingan penggunaan pedekatan psikometrik pada tes otentik dan (b) keyakinan yang naïf tentang apakah tes yang disebut otentik itu benar-benar otentik.
Berikut ini adalah ringkasan jurnal di atas selengkapnya:

A.    Perkembangan Tes Bahasa Menuju Keotentikan
Sebelum topik tentang tes bahasa otentik banyak dibicarakan orang, analisis psikometrik telah lama menjadi kriteria utama penilaian tes bahasa dan permasalahan tentang butir-butir soal tes objektif, reliabilitas dan validitas konkuren (concurrent validity) mendominasi bidang penilaian bahasa. Spolsky (1978) dalam jurnal ini menyebut periode tersebut sebagai era ‘psikometrik strukturalis’. Era ini sekaligus juga, untuk pertama kalinya, menandai adanya kebutuhan akan penilaian tes bahasa lisan.
Pada saat itu, tes bahasa lisan dilaksanakan dengan cara menempatkan para peserta tes  di dalam suatu laboratorium bahasa dimana masing-masing peserta ditempatkan dalam suatu bilik (booth).  Mereka kemudian diminta untuk menirukan, menjawab pertanyaan, atau melakukan percakapan sesuai dengan perintah yang diberikan melalui tape recorder yang tersedia pada masing-masing bilik. Setiap waktu yang diberikan kepada peserta telah habis, muncullah tanda bunyi (beep) untuk mengakhirinya.  Dengan kata lain, peserta tes melakukan percakapan dengan “mesin”, bukan dengan individu lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan cara manusia menggunakan bahasa pada umumnya.
Di samping itu, tes-tes bahasa, pada waktu itu, umumnya tidak terdapat tes bahasa lisan karena kurang dipentingkan. Yang lebih dipentingkan adalah bagaimana tes bahasa itu secara psikometris solid. Meskipun beberapa ahli pada saat itu mengatakan bahwa analisis psikometrik dibutuhkan namun belum mencukupi sebagai kriteria tes bahasa yang baik.
Kemudian muncullah artikel yang ditulis oleh John L. D. Clark (1972) yang bertajuk “Pertimbangan-pertimbangan Teoritis dan Teknis terhadap Tes Bahasa Lisan”. Dalam artikel itu, Clark membedakan antara tes langsung dan tidak langsung. Definisi tes langsung yang diberikan dalam artikel tersebut identik dengan apa yang saat ini kita namakan “tes bahasa otentik”.

B.     Kebaikan dan Kelemahan Tes Langsung dan Tidak Langsung
Menurut Clark, tes langsung merupakan suatu format dan prosedur yang berupaya menciptakan tiruan atau duplikasi latar dan situasi kehidupan nyata dimana suatu kemampuan atau kompetensi biasanya dilakukan atau didemonstrasikan. Beberapa contoh tes langsung adalah peserta tes melakukan percakapan dengan peserta tes lainya atau tes membaca dengan menggunakan surat kabar atau majalah sebagai teks bacaan yang otentik. Sebaliknya, tes tidak langsung tidak memerlukan latar dan situasi semacam itu.
Hal ini lalu menstimulasi para peneliti untuk mempelajari atau menyelidiki secara lebih mendalam tentang kedua jenis tes ini. Masalah yang diteliti terutama adalah korelasi dan tingkat keefisienan keduanya.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tes tidak langsung terbukti memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes langsung. Hal ini berarti bahwa hasil tes tidak langsung dapat memprediksi tingkat kemampuan peserta tes jika ia melakukan tes langsung.
Di samping itu, tes tidak langsung terbukti lebih efisien dan lebih praktis dibandingkan dengan tes langsung. Hal ini disebabkan tes bahasa tidak langsung dan tidak otentik, tidak memasukkan beragam variabel seperti yang dimiliki oleh tes langsung. Variabel-variabel yang dimaksud adalah variabel-variabel baik lingusitik maupun ekstralinguistik. Hal inilah yang menyebabkan tes tidak langsung lebih stabil dan lebih dapat diandalkan (reliable). Namun, ada kekhawatiran bahwa peserta tes nantinya akan meniru cara-cara menggunakan bahasa yang tidak otentik yang terdapat dalam tes tidak langsung.
Sedangkan tes langsung melibatkan banyak variabel, baik lingusitik dan non-linguistik karena mencerminkan penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata. Dengan demikian para peserta tes memiliki keyakinan pada hasil bahasa mereka karena bahasa tersebut memang benar-benar bahasa yang nyata.

C.    Pengesampingan Penerapan Pendekatan Psikometrik pada Tes Otentik
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tes bahasa yang otentik merefleksikan pengunaan bahasa yang riil. Namun tingkat keragaman bahasa yang riil tersebut kurang disesuaikan dengan analisis psikometrik.
Pendekatan Psikometrik Strukturalis atau yang sering disebut pendekatan Strukturalis merupakan salah satu pendekatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengembangan tes bahasa hingga saat ini. Sesuai dengan namanya, pendekatan ini mendapatkan pengaruh dari disiplin Psikometrika aliran bahasa Strukturalis, khususnya Strukturalis Amerika.
Pendekatan yang mendominasi praktek pengukuran pada tahun 1960 hingga awal tahu 1980 ini adalah pendekatan terhadap konsep kemampuan berbahasa yang dipandang sebagai kemampuan yang berjenjang dan terdiri atas unsur-unsur yang dapat dipilah-pilah menurut lapisan-lapisan tersebut. Di samping itu, pendekatan ini mengesampingkan konteks penggunaan bahasa. Dengan kata lain, menurut padangan ini, bahasa dapat dipelajari terlepas dari konteks penggunaan dan fungsi sosial.
Dalam kaitannya dengan tes otentik, pendekatan psikometrik ini nampaknya telah dikesampingkan oleh tes otentik ini. Jenis tes ini tidak memiliki pengukuran dan analisa statistika dan bukti empiris yang menjadi cirri-ciri psikometrik yang baik.
Tes otentik yang diharapkan merupakan replikasi dari penggunaan bahasa yang otentik dan riil melibatkan banyak variabel yang meliputi linguiti, ekstralinguistik, sosial dan psikologis. Variabel-variabel ini bekerja secara aktif dalam interaksi yang bersifat konstan dan interaksi ini bervariasi dalam konteks yang bervariasi pula.
Di dalam situasi tes otentik, variasi-variasi seperti itu merupakan bagian dari tes itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan salah satu sumber kesulitan utama dalam tes bahasa, oleh karena itu variasi ini harus selalu mendapat perhatian agar dapat memastikan bahwa hasil tes tersebut dapat diulang dengan tingkat stabilitas dan keakuratan yang tinggi. Sebaliknya, tes bahasa yang tidak langsung dan tidak otentik tidak memiliki keanekaragaman variasi seperti yang dimiliki oleh tes bahasa otentik.
Hal ini disebabkan tes tidak langsung tidak memasukkan variabel-variabel kehidupan nyata dan variabel-variabel tersebut dibuat tetap konstan. Akibatnya, asesmen pada tes jenis ini lebih stabil dan lebih dapat diandalkan.Sedangkan tes otentik melibatkan banyak variabel sehingga output bahasanya menjadi lebih kompleks dan lebih bervariasi serta menyebabkan kesulitan untuk mengontrolnya.
Sebagai contoh, beberapa penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan adanya masalah tentang reliabilitas dan validitas tes otentik, yaitu terdapat perbedaan skor pada tes wawancara yang sama namun dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Dalam kaitannya dengan pendekatan parametric, hal ni merupakan masalah fundamental yang serius. Masalah lainnya adalah butir-butir soalnya tidak independen melainkan dependen karena penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata bersifat integratif.

D.    Keyakinan yang Naif tentang Tes Bahasa Otentik
Permasalahan berikutnya adalah keyakinan yang naïf bahwa bahasa yang diproduksi dalam suatu tes komunikatif yang otentik, merupakan cerminan yang sebenarnya dan akurat dari bahasa dalam kehidupan nyata. Stevenson dan Spolsky dalam jurnal ini menyatakan bahwa bahasa yang dihasilkan dari tes bahasa tidaklah lebih dari ‘bahasa tes otentik’ yang mana tidaklah sama dengan bahasa dalam kehidupan nyata.
Dengan demikian, tidaklah sama antara bahasa tes otentik dan bahasa kehidupan nyata. Ada lima faktor penyebab ketidaksamaan di antara keduanya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah tujuan interaksi, partisipan, latar atau setting tes, topik, dan waktu tes. Berikut ini adalah perbedaan di antara keduanya selengkapnya:
1.      Tujuan interaksi
Dalam situasi-situasi kehidupan nyata, banyak orang melakukan interaksi dengan tujuan yang bervariasi. Namun, tidak satu tujuan pun yang dimaksudkan untuk memperoleh skor atas kemampuan bahasa yang mereka gunakan. Sebaliknya, dalam tes, pembuat tes dan peserta tes sama-sama mengetahui bahwa satu-satunya tujuan mereka berinteraksi adalah memperoleh suatu asesmen mengenai kemampuan bahasa peserta tes. Di samping itu, dalam situasi kehidupan nyata, mereka mengabaikan kualitas bahasa yang mereka gunakan untuk menyampaikan pesan mereka. Namun, di dalam tes, kualitas bahasa yang digunakan merupakan masalah utama.
2.      Partisipan
Dalam kehidupan nyata, pembuat tes dan peserta tes (partisipan) tidak akan terlibat dalam memiliki tindak komunikatif yang sama.  Ketika tes otentik berlangsung, biasanya antara partisipan yang terlibat tidak atau belum saling mengenal sehingga belum terbiasa saling bercakap-cakap. Hal ini menyebabkan interaksi yang berlangsung menjadi tidak murni, aneh, dan sulit, apalagi jika menyangkut pertanyaan yang bersifat pribadi. Mereka tidak biasa berceria tentang hal-hal yang bersifat sensitif dan pribadi kepada orang yang baru mereka kenal dalam kehidupan nyata mereka.
3.      Setting tes
Setting merupakan lingkungan fisik di mana tes itu berlangsung. Dalam situasi tes, setting adalah kantor, sekolah, atau kampus. Namun di dalam kehidupan nyata, percakapan dilakukan dalam setting yang bersifat informal, misalnya di jalan, di toko, di rumah, dan sebagainya. Ketika tes berlangsung, kadang-kadang peserta tes memerankan orang lain. Demikian juga halnya dengan pemakaian tape-recorder. Semuanya ini mencerminkan penyimpangan keotentikan.
4.      Topik
Topik merupakan isi dari percakapan yang ada di dalam tes. Dalam kehidupan nyata, topik ini biasanya ditentukan oleh partisipan dengan cara spontan dan tidak terencana serta berhubungan dengan situasi, lingkungan dan latar belakang partisipannya. Namun, di dalam tes, topiknya telah ditentukan oleh pembuat tes. Situasi seperti ini sangat jarang dijumpai dalam kehidupan nyata.
5.      Waktu tes
“Waktu” yang dimaksud adalah batasan waktu yang diberikan tes. Dalam situasi tes, batasan waktu telah ditentukan. Batasan waktu ini terbukti mempengaruhi kualitas bahasa yang dihasilkan terutama apabila di bawah tekanan karena terbatasnya waktu.

III.           Kajian Jurnal

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa jurnal ini akan dikaji dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT  telah menjadi salah satu alat yang berguna dalam pembuatan keputusan dalam dunia perencanaan dan pengembangan pendidikan.(htttp://pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/analisis_swot_gatot.htm). Analisa ini menyediakan seluruh kerangka pemikiran untuk para administrator pendidikan dalam memfokuskan secara lebih baik pada layanan kebutuhan dalam masyarakat.
Dalam kajian jurnal ini, analisis SWOT digunakan untuk memperoleh sebuah gambaran yang meyeluruh mengenai jurnal tersebut. Sedangkan pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal (kesempatan dan ancaman) yang digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu dalam mengembangkan jurnal tersebut di masa depan.
Analisa SWOT pada jurnal ini adalah sebagai berikut:
1.      Strengths (kekuatan):
Kekuatan yang dimiliki jurnal ini meliputi:
a.       Analisis tentang tes bahasa otentik terutama mengenai hal-hal yang perlu dicermati jika kita menggunakan tes jenis tersebut, telah disampaikan secara runtut dari beberapa sudut pandang, yaitu pendekatan psikometrik dan keotentikan itu sendiri.
b.      Analisis tentang tes otentik tersebut telah memberi gambaran dan pandangan baru mengenai tes otentik. Selama ini, banyak orang menganggap bahwa untuk mengukur kemampuan berbahasa seseorang, tes otentiklah yang paling baik dan sesuai, tanpa memikirkan kelemahan/kekurangan dan pengaruhnya terhadap bahasa yang dihasilkan dari tes otentik yang diberikan. Jurnal ini telah memerinci dengan baik faktor-faktor serta pengaruhnya terhadap peserta tes dan bahasa yang mereka gunakan dalam tes tersebut.
2.       Weaknesses (kelemahan)
Kelemahan yang dimiliki jurnal ini adalah:
a.       Meskipun pembahasan mengenai beberapa kekurangan yang dimiliki tes bahasa otentik telah disampaikan dengan baik, namun jurnal ini kurang memberikan bukti empiris yang memadai. Ada beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan dalam jurnal ini, tetapi kurang memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut, misalnya rancangan penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, instrumen dan teknik analisis datanya. Jurnal ini hanya memberi gambaran yang jelas mengenai teknik pengumpulan datanya.
b.      Demikian juga halnya dengan hasil analisis statistik yang digunakan dalam beberapa penelitian tersebut. Jurnal ini tidak memberikan data kuantitaif mengenai hasil penelitian, misalnya berapa tingkat korelasi yang sebenanrnya antara jenis tes yang digunakan (tes langsung maupun tidak langsung) dengan kualitas bahasa yang dihasilkan. Hal ini juga berlaku pada tingkat reliabilitas dan validitas masing-masing jenis tes tersebut. Kalau dikatakan bahwa tingkat reliabilitas tes tidak langsung rendah, seberapa rendah tingkat reliabilitas tes tersebut? Kalau dikatakan bahwa tes langsung memiliki tingkat validitas yang rendah, seberapa rendah tingkat validitas tes tersebut? Jurnal ini tidak memerincinya.
c.       Jurnal ini tidak memberikan gambaran yang jelas dan terperinci mengenai bagaimana cara penilaian tes otentik. Hal ini penting mengingat bahwa tes otetik melibatkan beranekaragam variabel, baik linguistik dan ekstralinguistik. Begitu juga dengan apa yang harus dilakukan seorang rater untuk mengantisipasi keberbedaan skor yang mereka berikan mengingat keanekaragaman variabel yang dimiliki tes otentik.
3.      Opportunities (Peluang/kesempatan)
Peluang atau kesempatan yang dimiliki oleh jurnal ini, secara umum, adalah bahwa jurnal ini memberikan peluang, gambaran sekaligus saran-saran  bagi penelitian-penelitian yang mungkin dapat dilakukan di masa yang akan datang mengenai tes otentik terutama pada:
a.       pengembangan bentuk tes otentik yang memiliki tingkat keajegan dan keandalan (reliabilitas).
b.      pengembangan tes otentik yang benar-benar akan menghasilkan kualitas bahasa yang benar-benar otentik sesuai dengan bahasa dalam kehidupan nyata, bukan bahasa dalam tes otentik.
c.       teknik penilaian tes otentik terutama mengenai bagaimana cara memanipulasi dan/atau mengontrol variabel-variabel dalam tes tersebut dan juga tentang ketidakakuratan skor dalam tes otentik.
d.      kualitas bahasa yang diproduksi dari tes-tes otentik dan perbandinganya dengan kualitas bahasa yang dihasilkan dari tes-tes yang tidak langsung dan tidak otentik.
4.      Threats (ancaman)
Hal-hal yang dapat mengancam jurnal ini ini akan timbul apabila semua yang telah dirancang dalam jurnal ini tidak didukung oleh:
a.       bukti empiris dan faktual yang memadai
b.      kualitas sumber daya manusia yang memadai
c.       antisipasi tes otentik terhadap perkembangan teknologi informasi yang cepat dan telah menjadi bagian dari kehidupan nyata.
d.      pemenuhan bahan ajar dan bahan praktik yang dibutuhkan
e.       penelitian-penelitian dan pengembangan tes otentik yang mendukung dan sesuai dengan yang diharapkan

IV.           Kesimpulan dan Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan tes bahasa telah menuju keotentikan. Tes bahasa dituntut untuk benar-benar merupakan refleksi penggunaan bahasa yang otentik dalam kehidupan nyata. Namun ada beberapa hal yang harus dicermati mengenai tes bahasa otentik tersebut. Jurnal ini telah menjelaskan hal tersebut termasuk bagaimana cara mengantisipasinya. Meskipun demikian, jurnal ini belum memberikan bukti empiris yang memadai, tetapi jurnal ini juga memberikan peluang bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang tes otentik.
Semuanya itu mencerminkan bahwa keotentikan dalam tes bahasa masih harus dibenahi dan diperbaiki. Semuanya itu akan bermuara pada keotentikan tes bahasa yang benar-benar otentik sesuai dengan kehidupan nyata. Di samping itu, tes bahasa otentik masih harus dikembangkan lebih lanjut agar benar-benar dapat memenuhi kriteria tes yang baik dan memenuhi persyaratan psikometrik yang diperlukan.


Referensi


Shohamy, Elana dan Thea Reves.1995. ‘Authentic Language Test: Where From and Where To?’. Language Testing Journal. Volume 2 No.

No comments:

Post a Comment