I.
Pendahuluan
Pendekatan modern terhadap konsep pengukuran
kemampuan bahasa telah mengalami perubahan baik dari segi konsep yang
diusulkannya maupun format tes yang dikembangkan berdasarkan konsep dasar yang
melandasi pengembangan tes tersebut. Pembicaraan mengenai tes-tes yang otentik
menjadi popular akhir-akhir ini. Tes-tes bahasa dituntut
untuk dapat mencerminkan gambaran yang benar dan tepat tentang bahasa yang
digunakan dalam kehidupan nyata. Namun pada pelaksanaanya, bahasa tes otentik
tidaklah sama dengan bahasa dalam kehidupan nyata.
Makalah ini mencoba mengkaji sebuah jurnal tentang
tes bahasa otentik yang berjudul asli “Authentic
Language Test: Where from and Where to” (Tes Bahasa Otentik: Darimana dan
Kemana) dan ditulis oleh Elana Shohamy (Tel-Aviv University) dan Thea Reves
(Bar-ilan University), dengan terlebih dahulu menyajikan ringkasannya, kemudian
diikuti kajiannya dengan menggunakan Analisis SWOT.
II.
Ringkasan Jurnal
Jurnal ini memulai pendahuluannya dengan membahas
tentang perkembangan tes bahasa menuju keotentikan dan kebaikan serta kelemahan
tes langsung dan tidak langsung (otentik). Selanjutnya tes ini membahas dua
permasalahan, yaitu (a) pengesampingan penggunaan pedekatan psikometrik pada
tes otentik dan (b) keyakinan yang naïf tentang apakah tes yang disebut otentik
itu benar-benar otentik.
Berikut ini adalah ringkasan jurnal di atas
selengkapnya:
A. Perkembangan Tes Bahasa Menuju Keotentikan
Sebelum topik tentang tes bahasa otentik banyak
dibicarakan orang, analisis psikometrik telah lama menjadi kriteria utama penilaian
tes bahasa dan permasalahan tentang butir-butir soal tes objektif, reliabilitas
dan validitas konkuren (concurrent
validity) mendominasi bidang penilaian bahasa. Spolsky (1978) dalam jurnal
ini menyebut periode tersebut sebagai era ‘psikometrik strukturalis’. Era ini
sekaligus juga, untuk pertama kalinya, menandai adanya kebutuhan akan penilaian
tes bahasa lisan.
Pada saat itu, tes bahasa lisan dilaksanakan dengan cara
menempatkan para peserta tes di dalam
suatu laboratorium bahasa dimana masing-masing peserta ditempatkan dalam suatu
bilik (booth). Mereka kemudian diminta untuk menirukan,
menjawab pertanyaan, atau melakukan percakapan sesuai dengan perintah yang
diberikan melalui tape recorder yang tersedia pada masing-masing bilik. Setiap
waktu yang diberikan kepada peserta telah habis, muncullah tanda bunyi (beep) untuk mengakhirinya. Dengan kata lain, peserta tes melakukan
percakapan dengan “mesin”, bukan dengan individu lainnya. Hal ini sangat
berbeda dengan cara manusia menggunakan bahasa pada umumnya.
Di samping itu, tes-tes bahasa, pada waktu itu, umumnya tidak
terdapat tes bahasa lisan karena kurang dipentingkan. Yang lebih dipentingkan
adalah bagaimana tes bahasa itu secara psikometris solid. Meskipun beberapa
ahli pada saat itu mengatakan bahwa analisis psikometrik dibutuhkan namun belum
mencukupi sebagai kriteria tes bahasa yang baik.
Kemudian muncullah artikel yang ditulis oleh John L. D.
Clark (1972) yang bertajuk “Pertimbangan-pertimbangan Teoritis dan Teknis
terhadap Tes Bahasa Lisan”. Dalam artikel itu, Clark
membedakan antara tes langsung dan tidak langsung. Definisi tes langsung yang
diberikan dalam artikel tersebut identik dengan apa yang saat ini kita namakan
“tes bahasa otentik”.
B. Kebaikan dan Kelemahan Tes Langsung dan
Tidak Langsung
Menurut Clark, tes langsung merupakan suatu format dan
prosedur yang berupaya menciptakan tiruan atau duplikasi latar dan situasi
kehidupan nyata dimana suatu kemampuan atau kompetensi biasanya dilakukan atau
didemonstrasikan. Beberapa contoh tes langsung adalah peserta tes melakukan
percakapan dengan peserta tes lainya atau tes membaca dengan menggunakan surat kabar atau majalah
sebagai teks bacaan yang otentik. Sebaliknya, tes tidak langsung tidak
memerlukan latar dan situasi semacam itu.
Hal ini lalu menstimulasi para peneliti untuk
mempelajari atau menyelidiki secara lebih mendalam tentang kedua jenis tes ini.
Masalah yang diteliti terutama adalah korelasi dan tingkat keefisienan
keduanya.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tes
tidak langsung terbukti memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tes langsung. Hal ini berarti bahwa hasil tes tidak langsung dapat memprediksi
tingkat kemampuan peserta tes jika ia melakukan tes langsung.
Di samping itu, tes tidak langsung terbukti lebih
efisien dan lebih praktis dibandingkan dengan tes langsung. Hal ini disebabkan
tes bahasa tidak langsung dan tidak otentik, tidak memasukkan beragam variabel
seperti yang dimiliki oleh tes langsung. Variabel-variabel yang dimaksud adalah
variabel-variabel baik lingusitik maupun ekstralinguistik. Hal inilah yang
menyebabkan tes tidak langsung lebih stabil dan lebih dapat diandalkan (reliable). Namun, ada kekhawatiran bahwa
peserta tes nantinya akan meniru cara-cara menggunakan bahasa yang tidak
otentik yang terdapat dalam tes tidak langsung.
Sedangkan tes langsung melibatkan banyak variabel, baik
lingusitik dan non-linguistik karena mencerminkan penggunaan bahasa dalam
kehidupan nyata. Dengan demikian para peserta tes memiliki keyakinan pada hasil
bahasa mereka karena bahasa tersebut memang benar-benar bahasa yang nyata.
C. Pengesampingan Penerapan Pendekatan
Psikometrik pada Tes Otentik
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tes bahasa yang
otentik merefleksikan pengunaan bahasa yang riil. Namun tingkat keragaman
bahasa yang riil tersebut kurang disesuaikan dengan analisis psikometrik.
Pendekatan Psikometrik Strukturalis atau yang sering
disebut pendekatan Strukturalis merupakan salah satu pendekatan yang mempunyai
pengaruh besar terhadap pengembangan tes bahasa hingga saat ini. Sesuai dengan
namanya, pendekatan ini mendapatkan pengaruh dari disiplin Psikometrika aliran
bahasa Strukturalis, khususnya Strukturalis Amerika.
Pendekatan yang mendominasi praktek pengukuran pada
tahun 1960 hingga awal tahu 1980 ini adalah pendekatan terhadap konsep
kemampuan berbahasa yang dipandang sebagai kemampuan yang berjenjang dan
terdiri atas unsur-unsur yang dapat dipilah-pilah menurut lapisan-lapisan
tersebut. Di samping itu, pendekatan ini mengesampingkan konteks penggunaan
bahasa. Dengan kata lain, menurut padangan ini, bahasa dapat dipelajari
terlepas dari konteks penggunaan dan fungsi sosial.
Dalam kaitannya dengan tes otentik, pendekatan
psikometrik ini nampaknya telah dikesampingkan oleh tes otentik ini. Jenis tes
ini tidak memiliki pengukuran dan analisa statistika dan bukti empiris yang
menjadi cirri-ciri psikometrik yang baik.
Tes otentik yang diharapkan merupakan replikasi dari
penggunaan bahasa yang otentik dan riil melibatkan banyak variabel yang
meliputi linguiti, ekstralinguistik, sosial dan psikologis. Variabel-variabel
ini bekerja secara aktif dalam interaksi yang bersifat konstan dan interaksi
ini bervariasi dalam konteks yang bervariasi pula.
Di dalam situasi tes otentik, variasi-variasi seperti
itu merupakan bagian dari tes itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan salah
satu sumber kesulitan utama dalam tes bahasa, oleh karena itu variasi ini harus
selalu mendapat perhatian agar dapat memastikan bahwa hasil tes tersebut dapat
diulang dengan tingkat stabilitas dan keakuratan yang tinggi. Sebaliknya, tes
bahasa yang tidak langsung dan tidak otentik tidak memiliki keanekaragaman
variasi seperti yang dimiliki oleh tes bahasa otentik.
Hal ini disebabkan tes tidak langsung tidak memasukkan
variabel-variabel kehidupan nyata dan variabel-variabel tersebut dibuat tetap
konstan. Akibatnya, asesmen pada tes jenis ini lebih stabil dan lebih dapat
diandalkan.Sedangkan tes otentik melibatkan banyak variabel sehingga output
bahasanya menjadi lebih kompleks dan lebih bervariasi serta menyebabkan
kesulitan untuk mengontrolnya.
Sebagai contoh, beberapa penelitian yang dilakukan oleh
penulis menunjukkan adanya masalah tentang reliabilitas dan validitas tes
otentik, yaitu terdapat perbedaan skor pada tes wawancara yang sama namun
dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Dalam kaitannya dengan pendekatan
parametric, hal ni merupakan masalah fundamental yang serius. Masalah lainnya
adalah butir-butir soalnya tidak independen melainkan dependen karena
penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata bersifat integratif.
D. Keyakinan yang Naif tentang Tes Bahasa
Otentik
Permasalahan berikutnya adalah keyakinan yang naïf
bahwa bahasa yang diproduksi dalam suatu tes komunikatif yang otentik,
merupakan cerminan yang sebenarnya dan akurat dari bahasa dalam kehidupan
nyata. Stevenson dan Spolsky dalam jurnal ini menyatakan bahwa bahasa yang
dihasilkan dari tes bahasa tidaklah lebih dari ‘bahasa tes otentik’ yang mana
tidaklah sama dengan bahasa dalam kehidupan nyata.
Dengan demikian, tidaklah sama antara bahasa tes
otentik dan bahasa kehidupan nyata. Ada lima faktor penyebab
ketidaksamaan di antara keduanya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah tujuan interaksi,
partisipan, latar atau setting tes,
topik, dan waktu tes. Berikut ini adalah perbedaan di antara keduanya
selengkapnya:
1.
Tujuan interaksi
Dalam situasi-situasi kehidupan nyata, banyak orang
melakukan interaksi dengan tujuan yang bervariasi. Namun, tidak satu tujuan pun
yang dimaksudkan untuk memperoleh skor atas kemampuan bahasa yang mereka
gunakan. Sebaliknya, dalam tes, pembuat tes dan peserta tes sama-sama
mengetahui bahwa satu-satunya tujuan mereka berinteraksi adalah memperoleh
suatu asesmen mengenai kemampuan bahasa peserta tes. Di samping itu, dalam
situasi kehidupan nyata, mereka mengabaikan kualitas bahasa yang mereka gunakan
untuk menyampaikan pesan mereka. Namun, di dalam tes, kualitas bahasa yang
digunakan merupakan masalah utama.
2.
Partisipan
Dalam kehidupan nyata, pembuat tes dan peserta tes (partisipan)
tidak akan terlibat dalam memiliki tindak komunikatif yang sama. Ketika tes otentik berlangsung, biasanya
antara partisipan yang terlibat tidak atau belum saling mengenal sehingga belum
terbiasa saling bercakap-cakap. Hal ini menyebabkan interaksi yang berlangsung
menjadi tidak murni, aneh, dan sulit, apalagi jika menyangkut pertanyaan yang
bersifat pribadi. Mereka tidak biasa berceria tentang hal-hal yang bersifat
sensitif dan pribadi kepada orang yang baru mereka kenal dalam kehidupan nyata
mereka.
3.
Setting tes
Setting merupakan
lingkungan fisik di mana tes itu berlangsung. Dalam situasi tes, setting adalah kantor, sekolah, atau
kampus. Namun di dalam kehidupan nyata, percakapan dilakukan dalam setting yang bersifat informal, misalnya
di jalan, di toko, di rumah, dan sebagainya. Ketika tes berlangsung,
kadang-kadang peserta tes memerankan orang lain. Demikian juga halnya dengan
pemakaian tape-recorder. Semuanya ini
mencerminkan penyimpangan keotentikan.
4.
Topik
Topik merupakan isi dari percakapan yang ada di dalam
tes. Dalam kehidupan nyata, topik ini biasanya ditentukan oleh partisipan
dengan cara spontan dan tidak terencana serta berhubungan dengan situasi,
lingkungan dan latar belakang partisipannya. Namun, di dalam tes, topiknya
telah ditentukan oleh pembuat tes. Situasi seperti ini sangat jarang dijumpai
dalam kehidupan nyata.
5.
Waktu tes
“Waktu” yang dimaksud adalah batasan waktu yang
diberikan tes. Dalam situasi tes, batasan waktu telah ditentukan. Batasan waktu
ini terbukti mempengaruhi kualitas bahasa yang dihasilkan terutama apabila di
bawah tekanan karena terbatasnya waktu.
III.
Kajian Jurnal
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa jurnal ini akan dikaji dengan
menggunakan analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT
telah menjadi salah satu alat yang berguna dalam pembuatan keputusan
dalam dunia perencanaan dan pengembangan pendidikan.(htttp://pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/analisis_swot_gatot.htm).
Analisa ini menyediakan seluruh kerangka pemikiran untuk para administrator
pendidikan dalam memfokuskan secara lebih baik pada layanan kebutuhan dalam
masyarakat.
Dalam kajian jurnal ini, analisis SWOT digunakan
untuk memperoleh sebuah gambaran yang meyeluruh mengenai jurnal tersebut. Sedangkan
pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal (kesempatan dan ancaman) yang
digabungkan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan akan membantu
dalam mengembangkan jurnal tersebut di masa depan.
Analisa SWOT
pada jurnal ini adalah sebagai berikut:
1. Strengths (kekuatan):
Kekuatan yang dimiliki jurnal
ini meliputi:
a. Analisis tentang tes bahasa otentik
terutama mengenai hal-hal yang perlu dicermati jika kita menggunakan tes jenis
tersebut, telah disampaikan secara runtut dari beberapa sudut pandang, yaitu
pendekatan psikometrik dan keotentikan itu sendiri.
b. Analisis tentang tes otentik tersebut
telah memberi gambaran dan pandangan baru mengenai tes otentik. Selama ini,
banyak orang menganggap bahwa untuk mengukur kemampuan berbahasa seseorang, tes
otentiklah yang paling baik dan sesuai, tanpa memikirkan kelemahan/kekurangan
dan pengaruhnya terhadap bahasa yang dihasilkan dari tes otentik yang diberikan.
Jurnal ini telah memerinci dengan baik faktor-faktor serta pengaruhnya terhadap
peserta tes dan bahasa yang mereka gunakan dalam tes tersebut.
2. Weaknesses (kelemahan)
Kelemahan yang dimiliki jurnal
ini adalah:
a. Meskipun pembahasan mengenai beberapa kekurangan
yang dimiliki tes bahasa otentik telah disampaikan dengan baik, namun jurnal
ini kurang memberikan bukti empiris yang memadai. Ada beberapa hasil penelitian
yang telah dikemukakan dalam jurnal ini, tetapi kurang memberikan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian-penelitian tersebut, misalnya rancangan penelitian, subjek
penelitian, waktu dan tempat penelitian, instrumen dan teknik analisis datanya.
Jurnal ini hanya memberi gambaran yang jelas mengenai teknik pengumpulan
datanya.
b. Demikian juga halnya dengan hasil analisis
statistik yang digunakan dalam beberapa penelitian tersebut. Jurnal ini tidak
memberikan data kuantitaif mengenai hasil penelitian, misalnya berapa tingkat
korelasi yang sebenanrnya antara jenis tes yang digunakan (tes langsung maupun
tidak langsung) dengan kualitas bahasa yang dihasilkan. Hal ini juga berlaku
pada tingkat reliabilitas dan validitas masing-masing jenis tes tersebut. Kalau
dikatakan bahwa tingkat reliabilitas tes tidak langsung rendah, seberapa rendah
tingkat reliabilitas tes tersebut? Kalau dikatakan bahwa tes langsung memiliki
tingkat validitas yang rendah, seberapa rendah tingkat validitas tes tersebut?
Jurnal ini tidak memerincinya.
c. Jurnal ini tidak memberikan gambaran yang
jelas dan terperinci mengenai bagaimana cara penilaian tes otentik. Hal ini
penting mengingat bahwa tes otetik melibatkan beranekaragam variabel, baik
linguistik dan ekstralinguistik. Begitu juga dengan apa yang harus dilakukan
seorang rater untuk mengantisipasi keberbedaan skor yang mereka berikan
mengingat keanekaragaman variabel yang dimiliki tes otentik.
3. Opportunities (Peluang/kesempatan)
Peluang atau
kesempatan yang dimiliki oleh jurnal ini, secara umum, adalah bahwa jurnal ini
memberikan peluang, gambaran sekaligus saran-saran bagi penelitian-penelitian yang mungkin dapat
dilakukan di masa yang akan datang mengenai tes otentik terutama pada:
a. pengembangan bentuk tes otentik yang
memiliki tingkat keajegan dan keandalan (reliabilitas).
b. pengembangan tes otentik yang benar-benar
akan menghasilkan kualitas bahasa yang benar-benar otentik sesuai dengan bahasa
dalam kehidupan nyata, bukan bahasa dalam tes otentik.
c. teknik penilaian tes otentik terutama
mengenai bagaimana cara memanipulasi dan/atau mengontrol variabel-variabel
dalam tes tersebut dan juga tentang ketidakakuratan skor dalam tes otentik.
d. kualitas bahasa yang diproduksi dari
tes-tes otentik dan perbandinganya dengan kualitas bahasa yang dihasilkan dari
tes-tes yang tidak langsung dan tidak otentik.
4. Threats (ancaman)
Hal-hal yang
dapat mengancam jurnal ini ini akan timbul apabila semua yang telah dirancang
dalam jurnal ini tidak didukung oleh:
a. bukti empiris dan faktual yang memadai
b. kualitas sumber daya manusia yang memadai
c. antisipasi tes otentik terhadap
perkembangan teknologi informasi yang cepat dan telah menjadi bagian dari
kehidupan nyata.
d. pemenuhan bahan ajar dan bahan praktik
yang dibutuhkan
e. penelitian-penelitian dan pengembangan tes
otentik yang mendukung dan sesuai dengan yang diharapkan
IV.
Kesimpulan dan Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
tes bahasa telah menuju keotentikan. Tes bahasa dituntut untuk benar-benar
merupakan refleksi penggunaan bahasa yang otentik dalam kehidupan nyata. Namun
ada beberapa hal yang harus dicermati mengenai tes bahasa otentik tersebut.
Jurnal ini telah menjelaskan hal tersebut termasuk bagaimana cara
mengantisipasinya. Meskipun demikian, jurnal ini belum memberikan bukti empiris
yang memadai, tetapi jurnal ini juga memberikan peluang bagi
penelitian-penelitian selanjutnya tentang tes otentik.
Semuanya itu mencerminkan bahwa keotentikan dalam tes
bahasa masih harus dibenahi dan diperbaiki. Semuanya itu akan bermuara pada
keotentikan tes bahasa yang benar-benar otentik sesuai dengan kehidupan nyata. Di
samping itu, tes bahasa otentik masih harus dikembangkan lebih lanjut agar
benar-benar dapat memenuhi kriteria tes yang baik dan memenuhi persyaratan
psikometrik yang diperlukan.
Referensi
No comments:
Post a Comment